Jumat, 26 Februari 2010

KOALISI : KENAPA RAPUH ?

Sejak awal, rakyat awam menilai, bahwa gairah berkoalisi dari partai-partai hanyalah untuk kepentingan porsi dan korsi. Setelah pemilu legislatip,Partai Demokrat paling diminati dengan pencapaian suara tertinggi yaitu 20.85 %. Ditambah sebelum Pilpres partai tersebut sengaja tidak menyebutkan calon pendamping SBY dengan segera. Maka mulailah partai-partai dengan suara di Legislatip kurang dari 10 % berlomba mengincar kedudukan RI-2 itu dengan berbagai dalih koalisi. Terutama PKS (7.88%), PAN(6.01%) dan Golkar meskipun suara yang didapat 14.45 % lebih dari PDIP 14.03 %, tapi karena karakter yang oportunistis dan selalu bercokol di pemerintahan, tidak berani berkiprah sendiri. Salut kepada PDIP, Gerindra dan Hanura yang memilih jadi kelompok oposisi !

Ternyata Partai Demokrat dan SBY bersikukuh memilih Budiono sebagai pendampingnya sebagai calon RI-2, seorang professional dengan gelar Prof. Doktor Ekonomi yang lugu tidak banyak bicara, jujur, 'low profile' dan tidak berpartai...Inilah yang mengecewakan tokoh-tokoh partai yang sedang berlomba dan sangat ambisius itu ! Mereka merasa kecele banget dan bertanya dalam hati mereka, kenapa SBY memilih Budiono yang demikian itu secara konsisten.

Ternyata pula Pilpres telah berlangsung dengan pilhan rakyat terbanyak pada pasangan SBY-Budiono (61%) itu !!!

Meskipun telah diberi kursi di kabinet SBY-Budiono jilid-2 dengan memadai, Golkar dan PKS masih punya unek-unek mengembangkan pertanyaan diatas disertai su'udhon politik, jangan-jangan karena Budiono sebagai Gubernur BI waktu itu, telah berjasa mengucurkan aliran dana ke Partai Demokrat cq Tim Sukses pasangan SBY-Budiono. Hal tersebut tentu saja didukung sepenuhnya oleh kelompok oposisi yang memang masih belum puas terhadap hasil Pilpres yang telah berlalu. Karena dengan meng'underdog' Budiono' peluang RI-2 terbuka kembali untuk koalisi sedang wajar saja bila kelompok oposisi bila bertujuan utama 'impeachment' SBY-Budiono secara utuh...
Di DPR mereka mengusulkan dibentuknya Pansus Hak Angket yang akan menelusuri kemungkinan adanya aliran dana siluman tersebut berdasarkan audit Bank Indonesia oleh BPK. Penugasan audit BPK yang lebih rinci, menampilkan kasus Bank Century yang kemudian dibuat mencuat ke permukaan sebagai Bank yang telah di 'bailed out' Pemerintah dengan dana yang semula menurut perkiraan KSSK sebesar 692 milyar, tapi konon dalam beberapa hari pelaksanaannya oleh LPS menjadi sebesar 6.7 Triliun!

Kebijakan 'bailed out' KSSK (Menkeu dan Gubernur BI) pada saat krisis ekonomi global berkecamuk saat itu, berdasarkan pertimbangan yang mantap dan matang berkesimpulan akan adanya dampak yang haqqul yakin berdampak sistemik terhadap Ekonomi Indonesia. Presiden sebelum berdinas keluar negeri,secara khusus berpesan kepada KSSK : Jaga stabilitas ekonomi, jangan terjadi krisis ekonomi seperti 1997-98.
Tapi kalau ternyata ada penyimpangan dalam pelaksanaannya perlu untuk ditelesuri dengan cermat karena kita sudah sama-sama mengetahui adanya pemeo bahwa "BI adalah Sarang Penyamun".
Penelusuran pansus ternyata condong kesegi pelanggaran undang-undang dan ketentuan hukum perbankan, daripada ke aliran dana karena memang 9.7 triliun hanyalah kecil dibandingkan dengan kerugian karena BLBI yang lebih dari 600 triliun dimasa Golkar dan PDIP berkuasa (Sic!)

Pada akhir kerja Pansus ternyata tidak ada aliran dana ke Partai Demokrat dan atau ke Tim Sukses SBY-Budiono, malahan sebaliknya ada ketersangkutan dana kepada PDI-P dan PKS yang perlu diteliti kebenarannya. Tapi sesuai 'target' semula, mereka PDI-P, Golkar, PKS dan Hanura tetap mencantumkan nama Budiono dan Sri Mulyani yang diduga bersalah menentukan kebijakan 'bailed out'.
Kalau mengenai kebijakan, yang paling mengetahui dan bertanggung jawab pada saat berkecamuknya krisis global memang adalah Dr Sri Mulyani dan Prof Dr. Budiono sebab mereka pemegang amanah agar supaya Indonesia tidak mengalami dampak ekonomi seperti di tahun 1997-98, dan berhasil dengan baik !
Karena keberhasilan mereka, SBY bersikukuh mencalonkan Budiono sebagai RI-2 dan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan di jilid-2 Pemerintagannya !

Kesimpulan :
  1. Koalisi rapuh karena dasarnya hanya mencari porsi dan korsi.
  2. Perlu dipertimbangkan mengganti anggota koalisi yang oportunis seperti Golkar dan PKS dengan partai yang visi dan misinya jauh kedepan, yang mementingkan kepentingan kejahteraan rakyat
  3. Melihat sepak terjang selama kampanye dengan program yang mementingkan kesejahteraan rakyat tersebut, PDI-P dan Gerindera perlu diajak berkoalisi
  4. Bersama PDI-P dan Gerindera diharapkan tuduhan neoliberalisme pemerintah disegala bidang sekarang ini dapat berubah menjadi pro-rakyat
  5. Perimbangan suara sekarang dengan Golkar & PKS :Koalisi (59.48) dan Oposisi (22.26)
  6. Perimbangan suara dengan PDI-P dan Gerindera :Koalisi (55.61) dan Oposisi (26.10)

Tidak ada komentar: